Rabu, 30 Mei 2012

IKM..


MAKALAH IKM
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
            AKI adalah banyaknya wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100 000 kelahiran hidup. AKI diperhitungkan pula pada jangka waktu 6 minggu hingga setahun setelah melahirkan. Indikator ini secara langsung digunakan untuk memonitor kematian terkait dengan kehamilan. AKI dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk status kesehatan secara umum, pendidikan dan pelayanan selama kehamilan dan melahirkan.
Rumus yang digunakan :
MMR             =                 x k
Mmr = maternal mortality rate
Dm = jumlah kematian ibu hamil,melahirkan dan  nifas pada tahun tertentu
B1 = jumlah kelahiran hidup pada tahun tersebut
K = bilangan konstanta (1000 %)
B. RUMUSAN MASALAH
       I.            Apa yang dimaksud angka kematian ibu melahirkan ?
    II.            Apa penyebab kematian ibu melahirkan ?
 III.            Bagaimana cara menurunkan angka kematian ibu melahirkan ?


BAB II
PEMBAHASAN
A.      ANGKA KEMATIAN IBU
            Angka kematian ibu (aki) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu. Dari hasil survei yang dilakukan aki telah menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan pembangunan millenium masih  membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus.
B.       PENYEBAB KEMATIAN IBU MELAHIRKAN
            Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor penentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikanuntuk menangani masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang lazim muncul. Yakni pendarahan,keracunan kehamilan yang disertai kejangkejang,aborsi, dan infeksi. Namun, ternyata masih ada faktor lain yang juga cukup penting. Misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik, kebijakan juga berpengaruh.  Kaum lelaki pun dituntut harus berupaya ikut aktif dalam segala permasalahan bidang reproduksi secara lebih bertanggung jawab. Selain masalah medis, tingginya kematian ibu juga karena masalah ketidaksetaraan gender, nilai budaya, perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan melahirkan. Oleh karena itu, pandangan yang menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah secara sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari masyarakat. Sangat diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat terutama suami.
            Pendarahan menempati persentase tertinggi pertama penyebab kematian ibu ( 28 persen) ,anemia dan kekurangan energi kronis (kek) pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya pendarahan dan infeksi yang merupakan faktor kematian utama Ibu. Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh pendarahan; proporsinya berkisar antara kurang dari 10 persen sampai hampir 60 persen. Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami pendarahan pasca persalinan, namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan.
            Persentase tertinggi kedua penyebab kematian ibu yang adalah eklamsia (24%), kejang bisa terjadi pada pasien dengan tekanan darah tinggi
(hipertensi )yang tidak terkontrol saat persalinan. Hipertensi dapat terjadi karena kehamilan, dan akan kembali normal bila kehamilan sudah berakhir. Namun ada juga yang tidak kembali normal setelah bayi lahir. Kondisi ini akan menjadi lebih berat bila hipertensi sudah diderita ibu sebelum hamil.),sedangkan persentase tertinggi ketiga penyebab kematian ibu melahirkan adalah infeksi (11%).

PERDARAHAN PENYEBAB TERBESAR KEMATIAN IBU MELAHIRKAN

            Kematian ibu saat persalinan sebagian besar disebabkan buruknya infrastruktur transportasi dan kesehatan lingkungan. Hal ini diperparah rendahnya tingkat kesehatan ibu yang bersankutan. Untuk menekan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia, perlu ditegakkan tiga pilar dalam pelayanan ibu hamil. Hal itu adalah penapisan kelainan kandungan, pelayanan kehamilan hingga persalinan yang aman, dan pencegahan disfungsi dasar panggul. Hal ini disampaikan Junita Indarti, dokter ahli obstetri dan ginekologi, yang juga Ketua Cluster Women’s Health Center (WHC) RS Cipto Mangunkusumo Kencana, dalam pembukaan pusat pelayanan kesehatan itu, Selasa (14/2), di Jakarta. ”AKI di Indonesia tergolong tinggi di dunia, 250 kematian per 100.000 kelahiran hidup, menurut data Kementerian Kesehatan. Perkiraan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencapai 330 per 100.000,” kata ahli fetomaternal di RSCM/FKUI, Aria Wibawa. Ibu melahirkan, demikian Aria, ada 20 persen perlu penanganan khusus karena mengalami perdarahan. Hal itu antara lain disebabkan kekurangan gizi, khususnya anemia; melahirkan lebih dari lima kali; dan kesalahan dalam proses melahirkan. ‘’Kondisi ini sering berakibat fatal karena ibu tak segera mendapat penanganan intensif,” ujarnya. Umumnya, tempat tinggal ibu tidak memiliki sarana dan prasarana transportasi yang memadai. Selain itu, fasilitas di pusat layanan kesehatan juga minim. Kepala Departemen Obstetri Ginekologi RSCM/FKUI Budi Iman Santoso menambahkan, penanganan ibu hamil di rumah sakit dengan fasilitas memadai untuk ibu dengan faktor risiko itu hanya dapat menekan tingkat kematian 25 persen. Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu hamil dan bersalin, kata Junita, RSCM memperkenalkan penanganan terpaduWHC tidak hanya menggunakan teknik pap smear, tetapi juga pemeriksaan HPV DNA. Pemeriksaan yang memiliki akurasi tinggi ini memungkinkan kanker mulut rahim dideteksi dini. Penanganan dilakukan mulai tahap dini, yaitu dari penapisan kelainan kandungan.  Penanganan selama kehamilan dilakukan di WHC untuk mencegah disfungsi dasar panggul.

EPIDEMIOLOGI ANEMIA PADA IBU HAMIL

            Ibu hamil merupakan salah satu kelompok penderita anemia. Angka anemia ibu hamil tetap saja masih tinggi meskipun sudah dilakukan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan. Berdasarkan data SKRT tahun 1995 dan 2001, anemia pada ibu hamil sempat mengalami penurunan dari 50,9% menjadi 40,1% (Amiruddin, 2007). Angka kejadian anemia di Indonesia semakin tinggi dikarenakan penanganan anemia dilakukan ketika ibu hamil bukan dimulai sebelum kehamilan. Berdasarkan profil kesehatan tahun 2010 didapatkan data bahwa cakupan pelayanan K4 meningkat dari 80,26% (tahun 2007) menjadi 86,04% (tahun 2008), namun cakupan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil menurun dari 66,03% (tahun 2007) menjadi 48,14% (tahun 2008), namun cakupan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil menurun dari 66,03% (tahun 2007) menjadi 48,14% (tahun 2008) (Depkes, 2008).
RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT
            Riwayat alamiah penyakit merupakan gambaran tentang perjalanan perkembangan penyakit pada individu dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen penyebab sampai terjadinya kesembuhan atau kematian tanpa terinterupsi oleh suatu intervensi preventif maupun terapeutik (CDC, 2010 dikutip Murti, 2010). Hal ini diawali dengan terjadinya interaksi antara host, agent, dan lingkungan. Perjalanan penyakit dimulai dengan terpaparnya host yang rentan (fase suseptibel) oleh agen penyebab. Sumber penyakit (agens) pada anemia ibu hamil diantaranya dapat berupa unsur gizi dan faktor fisiologis. Pada saat hamil, ibu sebagai penjamu (host). Menurut WHO (1972), anemia pada kehamilan terjadi jika kadar hemoglobin kurang dari 11 mg/dl (Basu,2010). Sedangkan menurut CDC (1998), anemia terjadi pada ibu hamil trimester 1 dan 3 jika kadar hemoglobin kurang dari 11 mg/dl sedangkan pada ibu hamil trimester 2 jika kadar Hb kurang dari 10,5 mg/dl (Lee,2004). Dari faktor faal atau fisiologis, kehamilan menyebabkan terjadinya peningkatan volume plasma sekitar 30%, eritrosit meningkat sebesar 18% dan hemoglobin bertambah 19%. Peningkatan tersebut terjadi mulai minggu ke-10 kehamilan. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa bertambahnya volume plasma lebih besar daripada sel darah (hipervolemia) sehingga terjadi pengenceran darah. Hemoglobin menurun pada pertengahan kehamilan dan meningkat kembali pada akhir kehamilan.
            Namun, pada trimester 3 zat besi dibutuhkan janin untuk pertumbuhan dan perkembangan janin serta persediaan setelah lahir. Hal inilah yang menyebabkan ibu hamil lebih mudah terpapar oleh agen sehingga berisiko terjadinya anemia. Sedangkan, dari unsur gizi ibu hamil dihubungkan dengan kebutuhan akan zat besi (Fe), asam folat, dan vitamin B12. Keluhan mual muntah pada ibu hamil trimester 1 dapat mengurangi ketersediaan zat besi pada tubuh ibu hamil. Dan kebutuhan zat besi pada ibu hamil trimester 3 untuk pertumbuhan dan perkembangan janin juga membuat kebutuhan zat besi pada ibu hamil semakin besar. Padahal, zat besi dibutuhkan untuk meningkatkan sintesis hemoglobin.
            Jika fase suseptibel di atas tidak tertangani, maka akan terjadi proses induksi menuju fase subklinis (masa laten) dan kemudian fase klinis dimana mulai muncul tanda dan gejala anemia seperti cepat lelah, sering pusing, malaise, anoreksia, nausea dan vomiting yang lebih hebat, kelemahan, palpitasi, pucat pada kulit dan mukosa, takikardi dan bahkan hipotensi. Selama tahap klinis, manifestasi klinis akan menjadi hasil akhir apakah mengalami kesembuhan, kecacatan, atau kematian (Rohtman, 2002 dalam Murti,2010). Misalnya jika terjadi pada trimester I akan mengakibatkan abortus dan kelainan kongenital, pada trimester II dapat mengakibatkan persalinan prematur, perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan janin, asfiksia, BBLR, mudah terkena infeksi dan bahkan kematian. Sedangkan pada trimester III akan menimbulkan gangguan his, janin lahir dengan anemia, persalinan tidak spontan .
PERIODE PREPATHOGENESIS DAN PATHOGENESIS
            Tahap prepathogenesis adalah tahap sebelum terjadinya penyakit. Sehingga, tahap ini terdiri dari fase suseptibel dan subklinis (asimtomatis). Pada tahap ini, secara patofisiologis anemia terjadi pada kehamilan karena terjadi perubahan hematologi atau sirkulasi yang meningkat terhadap plasenta. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya volume plasma tetapi tidak sebanding dengan penambahan sel darah dan hemoglobin. Selain itu, dapat disebabkan kebutuhan zat besi yang meningkat serta kurangnya cadangan zat besi dan intake zat besi dalam makanan. Zat besi diperlukan untuk eritropoesis (Atmarita, 2004 dalam Amiruddin et al, 2007).
            Jika total zat besi dalam tubuh menurun akibat cadangan dan intake zat besi yang menurun, maka akan terjadi penurunan zat besi pada hepatosit dan makrofag hati, limpa dan sumsum tulang belakang. Setelah cadangan habis, akan terjadi penurunan kadar Fe dalam plasma padahal suplai Fe pada sumsum tulang untuk pembentukan hemoglobin menurun. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan eritrosit tetapi mikrositik sehingga terjadi penurunan kadar hemoglobin (Choudry et al, 2002 dalam Yilmaz et al, 2007). Anemia pada kehamilan tersebut dinamakan anemia defisiensi besi. Klasifikasi anemia dalam kehamilan lainnya diantaranya adalah anemia megaloblastik, anemia hipoplastik dan anemia hemolitik.
            Anemia megaloblastik termasuk dalam anemia makrositik dimana anemia terjadi karena kekurangan asam folat dan atau vitamin B12. Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena penghancuran eritrosit yang lebih cepat dari pembuatannya akibat kehilangan darah akut/ kronis (Basu, 2010).
Jika sebab-sebab di atas terjadi pada ibu hamil secara beriringan maka akan menimbulkan manifestasi klinis anemia. Pada saat tanda dan gejala tersebut muncul, tahap inilah yang disebut dengan tahap awal pathogenesis. Tahap ini berakhir sampai fase kesembuhan, kecacatan atau kematian.
Manifestasi klinis anemia diantaranya adalah:
*      Tanda
•Takikardi
•Hipotensi
•Hemoglobin kurang dari 11 gr/dl

*      Gejala
·         Cepat lelah
·         Sering pusing
·         Malaise
·         Anoreksia
·         Nausea dan vomiting
·         Palpitasi
·         Pucat pada kulit dan mukosa
            Kemudian tahap patogenesis berakhir pada kesembuhan, kecacatan dan bahkan kematian. Jika timbul kesakitan atau kecacatan dapat berdampak pada kehamilannya, janinnya, persalinannya dan bayi nantinya. Yang berdampak pada kehamilan seperti abortus dan partus imatur, yang berdampak pada janinnya adalah dismaturitas, mikrosomi, BBLR, gangguan pertumbuhan janin. Yang berdampak pada persalinannya yaitu partus lama, perdarahan, inertia uteri. Sedangkan, yang berdampak pada bayi nantinya adalah kelainan/ kecacatan, asfiksia, infeksi (Soeprono dalam Amiruddin et al, 2007) .
PENCEGAHAN DAN PERAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN
            Peran perawat dapat masuk dalam tahap pencegahan. Dimana tahap pencegahan tediri dari tiga(3) yaitu:
*      Pencegahan Primer
            Pencegahan primer dilakukan pada fase prepathogenesis yaitu pada tahap suseptibel dan induksi penyakit sebelum dimulainya perubahan patologis. Tujuan pencegahan ini untuk mencegah atau menunda terjadinya kasus baru penyakit dan memodifikasi faktor risiko atau mencegah berkembangnya faktor risiko (AHA Task Force, 1998 dalam Murti 2010).
            Pada pencegahan dalam anemia ibu hamil ini, perawat komunitas dapat berperan sebagai edukator seperti memberikan nutrition education berupa asupan bahan makanan yang tinggi Fe dan konsumsi tablet besi atau tablet tambah darah selama 90 hari. Edukasi tidak hanya diberikan pada saat ibu hamil, tetapi ketika belum hamil. Penanggulangannya, dimulai jauh sebelum peristiwa melahirkan (Junadi, 2007). Selain itu, perawat juga dapat berperan sebagai konselor atau sebagai sumber berkonsultasi bagi ibu hamil mengenai cara mencegah anemia pada kehamilan.
            Perawat dapat menjadi fasilitator atau penghubung dengan pihak terkait mengenai penyediaan tablet tambah darah kepada ibu hamil. Selain itu, sebagai fasilitator perawat dapat mengaktifkan kader dan posyandu balita atau pembentukan posyandu (jika belum ada) sebagai tenaga, sarana dan tempat dalam mempromosikan kesehatan. Perawat juga dapat menjadi motivator bagi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya secara rutin di tempat pelayanan kesehatan terdekat dan memotivasi keluarga ibu hamil untuk selalu mendukung perawatan yang dilakukan pada ibu hamil untuk mencegah terjadinya anemia.
*      Pencegahan sekunder
            Pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang dilakukan pada tahap pathogenesis yaitu mulai pada fase asimtomatis sampai fase klinis atau timbulnya gejala penyakit atau gangguan kesehatan. Pada pencegahan sekunder, yang dapat dilakukan oleh perawat komunitas diantaranya adalah sebagai care giver diantaranya melakukan skirinning (early detection) seperti pemeriksaan hemoglobin (Hb) untuk mendeteksi apakah ibu hamil anemia atau tidak, jika anemia, apakah ibu hamil masuk dalam anemia ringan, sedang, atau berat. Selain itu, juga dilakukan pemeriksaan terhadap tanda dan gejala yang mendukung seperti tekanan darah, nadi dan melakukan anamnesa berkaitan dengan hal tersebut. Sehingga, perawat dapat memberikan tindakan yang sesuai dengan hasil tersebut.
            Dalam hal ini, perawat dapat berperan juga sebagai penemu kasus, peneliti, konselor, edukator, motivator, fasilitator dan kolaborator. Sebagai penemu kasus dan peneliti, perawat dapat menggambarkan dan melaporkan kejadian anemia pada ibu hamil di suatu daerah, sehingga datanya bermanfaat untuk dinas terkait dalam rangka penanganan terhadap kejadian anemia tersebut. Jika ibu hamil terkena anemia, maka perawat sebagai care giver dan kolaborator dapat memberikan terapi oral dan parenteral berupa Fe dan memberikan rujukan kepada ibu hamil ke rumah sakit untuk diberikan transfusi (jika anemia berat).Sebagai edukator, konselor dan motivator, perawat dapat memberikan pengarahan dan motivasi kepada ibu hamil dan keluarganya supaya tidak berlanjut pada komplikasi yang tidak diinginkan pada ibu dan janin. Perawat juga dapat memotivasi kader untuk dapat membantu mendeteksi adanya anemia pada ibu hamil di wilayahnya.

*      Pencegahan tersier
            Pencegahan tersier dilakukan untuk mencegah perkembangan penyakit ke arah yang lebih buruk untuk memperbaiki kualitas hidup klien seperti untuk mengurangi atau mencegah terjadinya kerusakan jaringan, keparahan dan komplikasi penyakit, mencegah serangan ulang dan memperpanjang hidup.
            Contoh pencegahan tersier pada anemia ibu hamil diantaranya yaitu mempertahankan kadar hemoglobin tetap dalam batas normal, memeriksa ulang secara teratur kadar hemoglobin, mengeliminasi faktor risiko seperti intake nutrisi yang tidak adekuat pada ibu hamil, tetap mengkonsumsi tablet Fe selama kehamilan dan tetap mengkonsumsi makanan yang adekuat setelah persalinan. Dalam hal ini, perawat dapat berperan sebagai care giver, edukator, konselor, motivator, kolaborator, dan fasilitator.
KARAKTER TRIAS EPIDEMIOLOGI
            Trias epidemiologi terdiri dari host, agen dan lingkungan.
*      Host
            Faktor host (pejamu) dalam kasus anemia pada ibu hamil adalah ibu hamil yang terdiri dari:
a.       Umur
      Semakin muda umur ibu hamil, semakin berisiko untuk terjadinya anemia. Hal ini didukung oleh penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA bahwa ibu remaja memiliki prevalensi anemia kehamilan lebih tinggi dibanding ibu berusia 20 sampai 35 tahun. Hal ini dapat dikarenakan pada remaja, Fe dibutuhkan lebih banyak karena pada masa tersebut remaja membutuhkannya untuk pertumbuhan, ditambah lagi jika hamil maka kebutuhan akan Fe lebih besar seperti yang sudah dijelaskan pada riwayat alamiah. Selain itu, faktor usia yang lebih muda dihubungkan dengan pekerjaan, status sosial ekonomi dan pendidikan yang kurang.
b.      Kelompok etnik
      Berdasarkan penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA bahwa ras kulit hitam memiliki risiko anemia pada kehamilan 2 kali lipat dibanding dengan kulit putih. Hal ini juga dihubungkan dengan status sosial ekonomi.
c.       Keadaan fisiologis
      Keadaan fisiologis ibu hamil, peningkatan Hb tidak sebanding dengan penambahan volume plasma yang lebih besar, selain itu didukung dengan kebutuhan intake Fe yang lebih banyak untuk eritropoesis.
d.      Keadaan imunologis        
      Keadaan imunologis dari ibu hamil yang dapat menyebabkan anemia dihubungkan dengan proses hemolitik sel darah merah yang nantinya disebut anemia hemolitik. Hal ini juga berhubungan dengan ada maupun tidak adanya penyakit yang mendasari seperti SLE(Systemic Lupus Erythematosus) yang dapat menyebabkan hancurnya sel darah merah.
e.       Kebiasaan
      Kebiasaan ini meliputi kebiasaan makan pada ibu hamil, apakah intake nutrisinya adekuat atau tidak atau mengandung Fe, asam folat, vitamin B12 ataukah tidak. Selain itu, kebiasaan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya di tempat pelayanan kesehatan juga mempengaruhi besar kecilnya kejadian anemia pada ibu hamil. Menurut penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA, bahwa ibu hamil yang merokok dan minum alkohol juga mempengaruhi terjadinya anemia.
f.        Sosial ekonomis   
      Faktor sosial ekonomi diantaranya adalah kondisi ekonomi, pekerjaan dan pendidikan. Ibu hamil dengan keluarga yang memiliki pendapatan yang rendah akan mempengaruhi kemampuan untuk menyediakan makanan yang adekuat dan pelayanan kesehatan untuk mencegah dan mengatasi kejadian anemia. Ibu hamil yang memiliki pendidikan yang kurang juga akan mempengaruhi kemampuan ibu dalam mendapatkan informasi mengenai anemia pada kehamilan.
g.       Faktor kandungan dan kondisi/ riwayat kesehatan
      Faktor kandungan diantaranya paritas, riwayat prematur sebelumnya, dan usia kandungan. Ibu dengan riwayat prematur sebelumnya lebih berisiko dibanding dengan ibu yang tidak memiliki riwayat tersebut. Ibu dengan primipara berisiko lebih rendah untuk terjadi anemia daripada ibu dengan multipara (Omoniyi, Stayhorn, 2005). Kondisi atau riwayat kesehatan diantaranya adalah apakah ibu hamil menderita penyakit diabetes, ginjal, hipertensi, dan penyakit kronis lainnya. Ibu hamil mempunyai riwayat penyakit kronis tersebut, semakin berisiko terjadinya anemia pada ibu hamil (Omoniyi,Stayhorn, 2005).
*      Agen
            Agen atau sumber penyakit pada anemia ibu hamil diantaranya yaitu.
            A.Unsur Gizi  
           Terjadinya anemia pada ibu hamil juga dapat disebabkan karena defisiensi Fe, asam folat dan vitamin B dalam makanan. Defisiensi ini dapat terjadi karena kebutuhan Fe yang meningkat, kurangnya cadangan dan berkurangnya Fe dalam tubuh ibu hamil.
B. Kimia dari dalam dan luar            
           Anemia pada ibu hamil juga dapat terjadi karena berhubungan dengan kimia dan obat. Anemia tersebut dinamakan anemia aplastik. Kehamilan mengakibatkan peningkatan sintesa laktogen plasenta, eritropoetin dan estrogen. Laktogen plasenta dan eritropoetin menstimulasi hematopoesis dimana estrogen menekan sumsum tulang. Ketidakseimbangan tersebut menyebabkan hipoplasia (Choudry et al, 2002 dalam Yilmaz et al, 2007).
C. Faktor Faal / Fisiologis     
           Faktor fisiologis ini meliputi peningkatan eritrosit dan Hb tidak sebanyak dengan peningkatan volume plasma pada kehamilan sehingga terjadi hipervolemi. Hal tersebut berisiko terjadinya anemia pada kehamilan.
*      Lingkungan
            Dari ketiga faktor lingkungan (fisik, biologis dan sosial ekonomi) yang dapat mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil yaitu faktor sosial ekonomi. Kondisi sosial berupa dukungan dari keluarga dan komunitas akan mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil. Jika keluarga mendukung terhadap intake nutrisi yang adekuat pada ibu hamil dan memotivasi dalam memeriksakan kehamilannya secara rutin, maka kemungkinan kecil terjadi anemia.
            Jika lingkungan komunitas menyediakan sarana pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan kader maka pelayanan kesehatan akan meningkat sehingga kejadian anemia kemungkinan kecil terjadi. Selain itu, pendidikan ibu hamil yang semakin tinggi akan mempengaruhi kemampuan dalam mendapatkan informasi. Kondisi ekonomi akan mempengaruhi kemampuan ibu hamil dan keluarga dalam menyediakan nutrisi yang adekuat dan memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai.

PRE-EKLAMSIA PADA IBU HAMIL

            Pre eklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai peningkatan protein pada urine (proteinurina) dan/atau pembengkakan (edema) setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.Sedangkan eklampsia sendiri adalah kondisi lanjutan dari pre eklampsia yang tidak teratasi dengan baik. Selain mengalami gejala preeklampsia, pada wanita yang terkena eklampsia juga sering mengalami kejang kejang. Eklampsia dapat menyebabkan koma atau bahkan kematian pada saat sebelum persalinan, persalinan atau sesudah persalinan.
Resiko pre-eklamsia meningkat pada ibu yang :
  • Hamil pertama kali
  • Hamil pertama sebelum usia 20 tahun
  • Hamil diusia 35 tahun ke atas
  • Riwayat tekanan darah tinggi yang khronis sebelum kehamilan.
  • Riwayat mengalami preeklampsia sebelumnya.
  • Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan.
  • Kegemukan.
  • Mengandung lebih dari satu orang bayi.
  • Riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthritis.
Gejala pre-eklamsia:
  • Bengkak pada kaki dan tangan
  • Protein pada urine : secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam secara kualitatif positif 2 (+2).
  • Hipertensi : yaitu hipertensi yang terjadi karena kehamilan (tidak punya riwayat hipertensi, baru mengalami hipertensi setelah 20minggu kehamilan)
  • Berat badan yang meningkat secara drastis akibat dari penimbunan cairan dalam tubuh.
  • Nyeri perut.
  • Sakit kepala yang berat.
  • Perubahan pada refleks.
  • Penurunan produksi kencing atau bahkan tidak kencing sama sekali.
  • Ada darah pada air kencing.
  • Pusing.
  • Mual dan muntah yang berlebihan.
            Apabila mengalami gejala gejala tersebut, disarankan segera memeriksakan diri ke dokter untuk penanganan lebih lanjut, dokter akan melakukan penanganan mulai dari nasehat memperbaiki pola makan (diet), menambah waktu istirahat, sampai pada penanganan dengan obat obatan. Hingga saat ini penyebab pre-eklamsia belum diketahui secara pasti sehingga belum bisa diambil tindakan pencegahannya.
 Ada beberapa hal yang dianggap sebagai penyebab preeklamsian :
  • Adanya kelainan pada aliran darah yang menuju rahim
  • Kerusakan pada pembuluh darah
  • Ada masalah dengan system ketahanan tubuh
  • Pola makan yang salah selama kehamilan
            Ibu hamil yang mengalami pre-eklamsia dianjurkan untuk melakukan tes stress pada janin dengan mengikuti denyut nadi dan pergerakan janin dalam rahim.

Komplikasi yang mungkin timbul akibat pre-eklamsia :
  • Eklamsia
            Bila pre-eklamsia tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan eklamsia. Bila tidak ditangani secara benar maka eklamsia dapat menyebabkan beberapa organ tubuh ibu mengalami kerusakan permanen seperti kerusakan pada otak, hati dan ginjal.
  • Plasenta lepas
Pre-eklamsia menyebabkan resiko lepasnya plasenta dari rahim yang mengakibatkan pendarahan hebat dan sangat berbahaya bagi ibu maupun janin.
  • HELLP
-        Hemolyssi (perusakan sel darah merah)
-        Elevated Liver enzym ( meningkatnya kadar enzim dalam hati )
-        Low Platelet count ( rendahnya jumlah sel darah dalam keseluruhan darah).
Gejalanya, pening dan muntah, sakit kepala serta nyeri perut atas.
  • Berkurangnya aliran darah menuju plasenta
Terganggunya aliran darah yang membawa oksigen dan nutrisi ke plasenta dapat mengakibatkan pertumbuhan janin melambat dan bayi lahir dengan berat kurang.
Tindakan yang bisa dilakukan pada ibu hamil yang mengalami pre-eklamsia
  • Bila memungkinkan segera dilakukan persalinan lewat operasi Caesar
  • Mengkonsumsi obat hipertensi sesuai dengan anjuran dokter
  • Bed rest / istirahat

SITUASI ANGKA KEMATIAN IBU DI INDONESIA DAN SULAWESI SELATAN
            Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) per 100.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Ibu (AKI) berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan waktu ibu melahirkan dan masa nifas. Untuk mengantisipasi masalah ini maka diperlukan terobosan-terobosan dengan mengurangi peran dukun dan meningkatkan peran Bidan. Harapan  kita agar bidan di desa benar-benar sebagai ujung tombak dalam upaya penurunan AKB (IMR) dan AKI (MMR). Angka Kematian Ibu (AKI) diperoleh melalui berbagai survey yang dilakukan secara khusus seperti survey di Rumah Sakit dan beberapa survey di masyarakat dengan cakupan wilayah yang terbatas. Dengan dilaksanakannya Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dan Survey Demografi & Kesehatan Indonesia (SDKI), maka cakupan wilayah penelitian AKI menjadi lebih luas dibanding survey-survey sebelumnya.
            Untuk melihat kecenderungan AKI di Indonesia secara konsisten, digunakan data hasil SKRT. Menurut SKRT, AKI menurun dari 450 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1986 menjadi 425 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1992, kemudian menurun lagi menjadi 373 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1995. Pada SKRT 2001 tidak dilakukan survey mengenai AKI. Pada tahun 2002-2003, AKI sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup diperoleh dari hasil SDKI, kemudian menjadi 248 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2007). Hal ini menunjukkan AKI cenderung terus menurun. Tetapi bila dibandingkan dengan target yang ingin dicapai secara nasional pada tahun 2010, yaitu sebesar 125 per 100.000 kelahiran hidup, maka apabila penurunannya masih seperti tahun-tahun sebelumnya, diperkirakan target tersebut dimasa mendatang sulit tercapai. Jumlah kematian ibu maternal yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota di Sulawesi Selatan pada tahun 2006 sebanyak 133 orang  atau 101,56 per 100.000  kelahiran hidup, sedangkan pada tahun 2007 sebanyak 143 kematian atau 92,89 per 100.000 kelahiran hidup. Untuk tahun 2008 jumlah kematian ibu maternal mengalami penurunan menjadi 121 orang atau 85,17 per 100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2009 menurun lagi menjadi 118 orang atau 78,84 per 100.000 KH. Kematian ibu maternal tersebut terdiri dari kematian ibu hamil (19%), kematian ibu bersalin (46%), dan kematian ibu nifas (35%).
           



GAMBAR LAPORAN KEMATIAN IBU MATERNAL DISULAWESI SELATAN

C.MENURUNKAN KEMATIAN IBU
            Untuk  beberapa lama telah dikembangkan upaya besar untuk menurunkan angkakematian ibu hamil dan melahirkan itu. Biarpun telah dicapai hasil yang memadai, tetapidirasakan masih kurang cepat dibandingkan dengan tuntutan masyarakat yang makinluas. Dalam suasana seperti ini kita harusmengembangkan strategi komunikasi yang jituuntuk lebih lanjut menurunkan tingkat kematian ibu mengandung dan melahirkan yangmasih tinggi itu. Minggu lalu bersama Aliansi Pita Putih Indonesia (APPI) di Jakarta dibahas pengembangan dan penyempurnaan strategi yang selama ini telah dimanfaatkan.Strategi itu diharapkan bisa menjadi pedoman penting berbagai organisasi yang ikutbergabung dalam gerakan yang luhur itu sampai ke daerah-daerah. Dengan strategi itusetiap organisasi diharapkan bisa mengembangkan program dan kegiatannya secara luas dan mengena. Karena itu strategi yang dikembangkan dikemas dengan pendekatan yangmemperhatikan situasi yang bersifat lentur, yaitu dengan kombinasi pendekatan modern dan pendekatan tradisional yang harus mengutamakan pendekatan yang berorientasi pada ciri-ciri khusus kedaerahan dan kemandirian yang makin tinggi.
            Pendekatan yang berorientasi kepada ciri-ciri khusus kedaerahan dan kemandirian itu dilatarbelakangi oleh adanya perkembangan terakhir yang terjadi di tanah air, yaitu bahwa masyarakat akan bergerak menjadi masyarakat modern dengan lebih banyak akan menganut sistem yang berubah dari sistem yang semula sangat sentralistik menjadi masyarakat yang akan sangat sarat dengan pengertian dan sikap yang desentralistik.
            Ciri itu juga akan dilatarbelakangi dengan kemandirian karena pikiran-pikiran demokrasi yang memberikan penghargaan yang tinggi terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang beradab. Pendekatan yang dimasa lampau bisa dilakukan melalui pendekatan dengan sifat sentralistik, dimasa mendatang harus dianut pendekatan yang sangat desentralistik dengan memperhatikan kondisi masing-masing wilayah yang menyatusecara nasional karena sifat-sifat yang humanistik. Ciri-ciri khusus masing-masing daerah yang ada barangkali akan menjadi sangat sensitif.

            Perubahan sikap dan tata nilai yang biasanya bisa berlanjut dengan mulus melalui sistem perintah dan pendekatan langsung sentralistik akan berubah menjadi pendekatan yang lebih bersifat transformatik. Karena itu pendekatan people centered akan memainkan peranan yang sangat penting. Pendekatan people centered memberikan penghargaan yang tinggi terhadap manusia seperti halnya memanusiakan manusia sebagai bagian dari penghormatan terhadap harga diri manusia.
            Pendekatan ini mempunyai implikasi yang luas karena kita menangani kasus kematian karena kehamilan dan kelahiran. Kasus kematian ini adalah sesuatu rare cases atau kasus yang jarang terjadi biarpun dalam ukuran angka kematian ibu (AKI) dunia, kita, Indonesia, berada pada posisi yang sangat tinggi. Perlu dibangkitkan semangat kebersamaan dengan mengangkat keberhasilan selama ini.
            Dalam tigapuluh tahun terakhir ini kita telah berhasil menurunkan tingkat kematian ibu dengan cukup mengesankan. Biasanya angka AKI adalah diatas 600 per 100.000 kelahiran. Keadaan sekarang angkanya berada dibawah 300 per 100.000kelahiran. Ini suatu prestasi yang selama ini tidak pernah diakui dan tidak pernah diangkat kepermukaan dengan baik. Sebab-sebab penurunan AKI itu banyak sekali.Antara lain karena keberhasilan program KB yang memungkinkan ibu yang mempunyairesiko kelahiran dengan resiko kematian ibunya tidak jadi melahirkan karena ikut KB.Sebab lain adalah karena pelayanan kesehatan, terutama pelayanan kebidanan bertambah baik antara lain karena makin banyaknya bidan di desa. Kerjasama organisasi wanita juga telah menghasilkan partisipasi yang sangat tinggi dan menyelamatkan banyak sekali ibu yang melahirkan. Pelayanan klinik yang makin sempurna telah menyelamatkan banyak sekali ibu dari kematiannya.
            Dalam strategi untuk lebih lanjut menurunkan angka kematian ibu hamil ini pendekatan positip dengan memberikan pengakuan akan keberhasilan masa lalu perlu dikembangkan dan diakui secara nyata dan jujur. Pengakuan ini perlu diberikan kepada daerah-daerah yang sudah sangat berhasil agar mempunyai rasa percaya diri bahwa mereka bisa lebih lanjut menurunkan tingkat kematian itu secara mandiri tanpa terlalu banyak mengandalkan tuntunan dari atas.
            Dengan rasa percaya diri itu diharapkan masing-masing daerah dalam alam reformasi yang penuh dengan tekad kemandirian daerah, terutama daerah-daerah yangsudah berhasil dimasa lalu, secara mandiri bisa menambah investasinya pada manusia dengan kepercayaan yang lebih tinggi. Kepercayaan dan investasi pada manusia itu akan menghasilkan kegiatan yang intinya adalah memberikan yang terbaik untuk programprogram kesehatan dan pendidikan.
*      Pendekatan Sasaran yang Tepat
            Untuk mencapai sukses yang kita kehendaki, seluruh upaya KIE dan pelayananuntuk mencegah kematian ibu hamil karena mengandung dan melahirkan, harusdisepakati suatu pendekatan dengan sasaran yang tepat. Untuk kesepakatan itu harusdipergunakan peta sasaran yang sama agar semua jajaran tidak berbeda pendapat tentangmasalah ini. Peta yang dianjurkan itu adalah peta yang dibuat dan diperbaharui setiaptahun oleh BKKBN. Sasaran yang dipilih adalah Ibu dan pasangan usia subur dimana ibumenjadi titik sentralnya. Untuk mencapai sukses yang diharapkan perlu dilakukan sekmentasi yang teliti. Prioritas sasaran perlu diberikan kepada setiap daerah untuk pegangan sebagai daerah konsentrasi. Sasaran pokok yang harus diambil dari peta sasaran itu adalah ibu-ibu yang tinggal didaerah sebagai berikut :      
· Daerah padat penduduk dengan tingkat kelahiran yang tinggi
· Daerah miskin padat penduduk
· Daerah padat pasangan usia subur muda
· Daerah dengan tempat dan fasilitas pelayanan rendah
· Daerah padat dengan sdm dalam bidang medis yang rendah
· Daerah padat dengan komitmen yang rendah
            Pendekatan sasaran itu harus menghasilkan suatu upaya dengan komitmen danperhatian yang berkelanjutan. Karena itu pendekatan sasaran ini harus menjadi
pendekatan terbuka dengan mempergunakan mass media secara luas untuk mengembangkan keuntungan dan kerugian apabila daerah-daerah itu tidak mau atau tidakmempunyai komitmen untuk ikut terjun dalam penyelenggaraan kegiatan peningkatan upaya untuk menurunkan AKI.
            Media harus menjadi pendorong dan advokator dari daerah-daerah yang dijadikan prioritas itu untuk ikut aktif. Dengan advokasi yang positip dapat diberikan gambaran dan citra yang baik kalau daerah itu melaksanakannya, yaitu dengan memberikan komitmen dan perhatian yang berkelanjutan. Dramatisasi dari upaya-upaya itu harus diselenggarakan dengan pendekatan yang manusiawi dan tidak putus-putusnya. Tiada hari tanpa berita tentang keterlibatan suatu daerah.
            Kepala daerah, baik gubernur dan bupati walikota, secara pribadi harus diajak untuk terjun langsung dan merasakan kebahagiaan sebuah keluarga yang melahirkan anak-anaknya tanpa kehilangan ibunya. Dramatisasi perlu dilakukan andaikan seorang ibu terpaksa meninggal dunia karena melahirkan. Peristiwa yang jarang terjadi itu harus dicari dan di – blow – up begitu rupa untuk menghasilkan dampak komunikasi yang diharapkan dapat menyentuh hati nurani masyarakat banyak. Namun harus dikemas sedemikian rupa untuk tidak menakutkan, tetapi memberikan kesan akrab bahwa masyarakat sangat peduli.
*      Jaringan Pelayanan yang Profesional
            Keseluruhan strategi yang disusun itu haruslah ditujukan untuk mengembangkan jaringan KIE dan pelayanan yang profesional, luas dan bermutu. Jaringan pelayanan itu haruslah bersifat komprehensip terdiri dari jaringan pemerintah daerah, klinik, rumah sakit, dokter, bidan dan para medis lainnya, maupun jaringan organisasi desa, organisasi wanita dan ibu-ibu serta masyarakat pada umumnya. Seluruh kekuatan masyarakat termasuk jaringan para ulama dan remaja harus ikut serta secara aktif dalam membentuk jaringan yang luas, komprehensip dan terbuka itu.
            Makin luas jaringan itu bisa menyangkut masyarakat banyak makin baik. Jaringanharus menjadikan peristiwa hamil sebagai suatu peristiwa maha penting yang terjadi dalam kehidupan suatu keluarga dan semua pihak memberikan perhatian yang diperlukan, khususnya dalam menjaga agar anak lahir dengan selamat dan ibunya berhasil mengatasi masalah kelahiran itu dengan baik.
Visi itu harus menjadi idaman seluruh masyarakat luas dan memberi kekuatan
moral untuk menggerakkan kekuatan internal dalam masyarakat untuk mencari dan menyelamatkan kasus yang jarang terjadi itu agar sama sekali tidak terjadi lagi.
            Dalam setiap jajaran harus dikembangkan strategi aktif untuk menjemput bola. Seluruh kekuatan harus aktif untuk mencari dan mengembangkan kelompok-kelompok yang tidak menunggu tetapi bergerak secara aktif untuk mencari ibu-ibu mengandung yang dipandang mempunyai resiko meninggal dunia kalau melahirkan.
            Strategi menjemput bola itu harus diyakinkan begitu rupa karena kasus yangdihadapi adalah kasus biasa yang bukan merupakan kejadian luar biasa. Masyarakat harus dilatih untuk bisa melihat dan mengetahui sesuatu sebagai suatu kejadian luar biasa kalau tanda-tanda itu nampak. Masyarakat harus dibuat akrab dengan keadaan luar biasa itu sebagaimana para dokter dan para bidan. Langkah-langkah untuk mengetahui tanda-tanda bahaya harus diberikan kepada masyarakat secara terbuka tetapi sederhana sehingga mudah dimengerti dan mudah pula dilihat dengan kaca mata masyarakat biasa. Karena kematian akibat melahirkan adalah peristiwa langka, harus dilakukan penonjolan kejadian luar biasa itu secara terus menerus tiada henti di lingkungan masyarakat luas agar mereka mengetahui bahwa sesuatu kejadian bisa menjadi kejadian luar biasa. Penonjolan kejadian itu harus disertai dengan mempertontonkan pertolongan sehingga tidak menyebabkan masyarakat takut tetapi justru sebaliknya masyarakat bertambah yakin untuk ikut menangani masalah kelahiran dengan cara yang baik dan menurut aturan yang wajar.
            Penonjolan yang dilakukan itu harus sesuai dengan latar belakang sosial budaya masyarakatnya sehingga mereka bisa meniru dan melaksanakan sesuai dengan adat istiadat dan kemampuan yang ada padanya. Dengan pokok-pokok strategi ini diharapkan kita bisa merangsang masyarakaat untuk menjadikan peristiwa hamil dan melahirkan suatu peristiwa luar biasa. Karena luar biasa diharapkan semua pihak ikut serta memberikan perhatian dan mencegah supaya
anak lahir dengan selamat dan ibunya juga bisa terus hidup sehat agar bisa memberikan yang terbaik untuk anaknya. Peristiwa mengandung dan melahirkan adalah suatu investasi pada manusia yang harus dijaga dengan sungguh-sungguh karena kita memberikan penghargaan yang tinggi kepada manusia dan kemanusiaan. (KIE-Pitaputih-5102
002)
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
            Angka kematian ibu merupakan angka yang didapat dari jumlah kematian ibu untuk setiap 100.000 kelahiran hidup, sehingga berkaitan langsung dengan kematian ibu. Kematian ibu adalah kematian wanita dalam kehamilan atau sampai dengan 42 hari pasca-terminasi kehamilan, yang disebabkan kehamilan, manajemen tatalaksana, maupun sebab lain. Penyebab kematian tersebut dapat berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan kehamilan, dan umumnya terdapat sebab utama yang mendasari. Dalam upaya memudahkan identifikasi kematian ibu, WHO telah menetapkan sejumlah sistem klasifikasi kematian ibu. Dengan adanya sistem ini, diharapkan akan meningkatkan kewaspadaan, perencanaan tindakan, dan pada akhirnya akan menurunkan angka kematian ibu.
            Dengan mengenali berbagai masalah utama terkait angka kematian ibu dan upaya-upaya potensial yang efektif dalam menurunkannya, maka secara keseluruhan tidak hanya mengurangi jumlah kematian, tetapi juga menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi. Meskipun intervensi kesehatan yang dilakukan hanya meliputi aspek yang terbatas, seperti pengadaan tenaga terampil dalam pertolongan persalinan, tatalaksana gawat darurat obstetri yang memadai, dan keluarga berencana. Namun, keberhasilan dalam upaya perbaikan kesehatan maternal ini secara tidak langsung akan meningkatkan derajat kesehatan bangsa.

B.SARAN
            Diperlukannya penangangan yang tepat terhadap angka kematian ibu melahirkan  terlebih terhadap fakor penyebabnya. Dan pentingnya memelihara kesehatan ibu hamil agar terhindar dari segala kemungkinan terjadinya penyakit atau penyebab terjadinya angka kematian pada ibu melahirkan.



DAFTAR PUSTAKA
Adebisi, Omoniyi, Gregory Stayhorn. 2005. Anemia in Pregnancy and Race in the United States:Blacks at Risk. Dimuat dalam Jurnal Health Services Research: volume 37 no. 9, hal. 655-662, Oktober 2005.
Amiruddin, Ridwan, Ermawati Syam, Rusnah, Septi Tolanda, Irma Damayanti. 2007. Anemia Defisiensi Zat Besi pada Ibu Hamil di Indonesia (Evidenced Based). Diakses tanggal 17 September 2010. http://ridwanamiruddin.wordpress.com
Basu, Samar K. Anemia in Pregnancy. Diakses tanggal 17 September 2010.
http://delhimedicalcouncil.nic.in
Departemen Kesehatan. 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Diakses tanggal 18 September 2010. http://www.depkes.go.id
Junadi, Purnawan. 2007. Jalan Cerdas menuju Sehat. Diakses tanggal 18 September 2010. http://www.litbang.depkes.go.id
Lee, Rae Lynne. 2004. Iron Deficiency Anemia. Diakses tanggal 17 September 2010.
http://www.cdph.ca.gov
Murti, Bhisma. 2010. Riwayat Alamiah Penyakit:Bab 4. Diakses tanggal 17 September 2010.
fk.uns.ac.id/index.php/download/file/14
Yilmaz, Ercan, Umit Korucuoglu, Arzu Acar, Nuray Bozkurt, Aydan Biri. 2007. Aplastic Anemia and Pregnancy: Case Report. Dimuat dalam jurnal Perinatal Journal: volume 15, tanggal 1 April 2007.
source: http://ahyarwahyudi.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar