MAKALAH IKM
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
AKI adalah banyaknya
wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan
kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil)
selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan)
tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100 000 kelahiran hidup. AKI
diperhitungkan pula pada jangka waktu 6 minggu hingga setahun setelah
melahirkan. Indikator ini secara langsung digunakan untuk memonitor kematian
terkait dengan kehamilan. AKI dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk status
kesehatan secara umum, pendidikan dan pelayanan selama kehamilan dan
melahirkan.
Rumus yang digunakan :
MMR =
x
k
Mmr
= maternal mortality rate
Dm
= jumlah kematian ibu hamil,melahirkan dan
nifas pada tahun tertentu
B1
= jumlah kelahiran hidup pada tahun tersebut
K
= bilangan konstanta (1000 %)
B. RUMUSAN MASALAH
I.
Apa yang dimaksud angka kematian ibu melahirkan ?
II.
Apa penyebab kematian ibu melahirkan ?
III.
Bagaimana cara menurunkan angka kematian ibu melahirkan ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. ANGKA
KEMATIAN IBU
Angka kematian ibu (aki) merupakan
salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian
ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan
pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana
target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai ¾ resiko
jumlah kematian ibu. Dari hasil survei yang dilakukan aki telah menunjukkan
penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target
tujuan pembangunan millenium masih membutuhkan
komitmen dan usaha keras yang terus menerus.
B. PENYEBAB
KEMATIAN IBU MELAHIRKAN
Rendahnya kesadaran masyarakat
tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor penentu angka kematian, meskipun
masih banyak faktor yang harus diperhatikanuntuk menangani masalah ini.
Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang lazim muncul. Yakni
pendarahan,keracunan kehamilan yang disertai kejangkejang,aborsi, dan infeksi.
Namun, ternyata masih ada faktor lain yang juga cukup penting. Misalnya,
pemberdayaan perempuan yang tak begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial
ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik, kebijakan juga
berpengaruh. Kaum lelaki pun dituntut
harus berupaya ikut aktif dalam segala permasalahan bidang reproduksi secara
lebih bertanggung jawab. Selain masalah medis, tingginya kematian ibu juga
karena masalah ketidaksetaraan gender, nilai budaya, perekonomian serta
rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan melahirkan. Oleh karena
itu, pandangan yang menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah
secara sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari masyarakat. Sangat
diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah,
swasta, maupun masyarakat terutama suami.
Pendarahan menempati persentase tertinggi pertama penyebab kematian
ibu ( 28 persen) ,anemia dan kekurangan energi kronis (kek) pada ibu hamil
menjadi penyebab utama terjadinya pendarahan dan infeksi yang merupakan faktor
kematian utama Ibu. Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh
kematian ibu disebabkan oleh pendarahan; proporsinya berkisar antara kurang
dari 10 persen sampai hampir 60 persen. Walaupun seorang perempuan bertahan
hidup setelah mengalami pendarahan pasca persalinan, namun ia akan menderita
akibat kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah
kesehatan yang berkepanjangan.
Persentase tertinggi kedua penyebab kematian ibu yang adalah eklamsia (24%),
kejang bisa terjadi pada pasien dengan tekanan darah tinggi
(hipertensi )yang tidak terkontrol saat persalinan. Hipertensi dapat terjadi karena kehamilan, dan akan kembali normal bila kehamilan sudah berakhir. Namun ada juga yang tidak kembali normal setelah bayi lahir. Kondisi ini akan menjadi lebih berat bila hipertensi sudah diderita ibu sebelum hamil.),sedangkan persentase tertinggi ketiga penyebab kematian ibu melahirkan adalah infeksi (11%).
(hipertensi )yang tidak terkontrol saat persalinan. Hipertensi dapat terjadi karena kehamilan, dan akan kembali normal bila kehamilan sudah berakhir. Namun ada juga yang tidak kembali normal setelah bayi lahir. Kondisi ini akan menjadi lebih berat bila hipertensi sudah diderita ibu sebelum hamil.),sedangkan persentase tertinggi ketiga penyebab kematian ibu melahirkan adalah infeksi (11%).
PERDARAHAN PENYEBAB TERBESAR KEMATIAN IBU MELAHIRKAN
Kematian ibu saat persalinan
sebagian besar disebabkan buruknya infrastruktur transportasi dan kesehatan
lingkungan. Hal ini diperparah rendahnya tingkat kesehatan ibu yang
bersankutan. Untuk menekan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia, perlu
ditegakkan tiga pilar dalam pelayanan ibu hamil. Hal itu adalah penapisan
kelainan kandungan, pelayanan kehamilan hingga persalinan yang aman, dan
pencegahan disfungsi dasar panggul. Hal ini disampaikan Junita Indarti, dokter
ahli obstetri dan ginekologi, yang juga Ketua Cluster Women’s Health Center
(WHC) RS Cipto Mangunkusumo Kencana, dalam pembukaan pusat pelayanan kesehatan
itu, Selasa (14/2), di Jakarta. ”AKI di Indonesia tergolong tinggi di dunia,
250 kematian per 100.000 kelahiran hidup, menurut data Kementerian Kesehatan.
Perkiraan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencapai 330 per 100.000,” kata ahli
fetomaternal di RSCM/FKUI, Aria Wibawa. Ibu melahirkan, demikian Aria, ada 20
persen perlu penanganan khusus karena mengalami perdarahan. Hal itu antara lain
disebabkan kekurangan gizi, khususnya anemia; melahirkan lebih dari lima kali;
dan kesalahan dalam proses melahirkan. ‘’Kondisi ini sering berakibat fatal
karena ibu tak segera mendapat penanganan intensif,” ujarnya. Umumnya, tempat
tinggal ibu tidak memiliki sarana dan prasarana transportasi yang memadai.
Selain itu, fasilitas di pusat layanan kesehatan juga minim. Kepala Departemen
Obstetri Ginekologi RSCM/FKUI Budi Iman Santoso menambahkan, penanganan ibu
hamil di rumah sakit dengan fasilitas memadai untuk ibu dengan faktor risiko
itu hanya dapat menekan tingkat kematian 25 persen. Untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan ibu hamil dan bersalin, kata Junita, RSCM memperkenalkan
penanganan terpaduWHC tidak hanya menggunakan teknik pap smear, tetapi juga
pemeriksaan HPV DNA. Pemeriksaan yang memiliki akurasi tinggi ini memungkinkan
kanker mulut rahim dideteksi dini. Penanganan dilakukan mulai tahap dini, yaitu
dari penapisan kelainan kandungan.
Penanganan selama kehamilan dilakukan di WHC untuk mencegah disfungsi
dasar panggul.
EPIDEMIOLOGI ANEMIA PADA IBU HAMIL
Ibu hamil merupakan salah satu
kelompok penderita anemia. Angka anemia ibu hamil tetap saja masih tinggi
meskipun sudah dilakukan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan.
Berdasarkan data SKRT tahun 1995 dan 2001, anemia pada ibu hamil sempat
mengalami penurunan dari 50,9% menjadi 40,1% (Amiruddin, 2007). Angka kejadian
anemia di Indonesia semakin tinggi dikarenakan penanganan anemia dilakukan
ketika ibu hamil bukan dimulai sebelum kehamilan. Berdasarkan profil kesehatan
tahun 2010 didapatkan data bahwa cakupan pelayanan K4 meningkat dari 80,26%
(tahun 2007) menjadi 86,04% (tahun 2008), namun cakupan pemberian tablet Fe
kepada ibu hamil menurun dari 66,03% (tahun 2007) menjadi 48,14% (tahun 2008),
namun cakupan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil menurun dari 66,03% (tahun
2007) menjadi 48,14% (tahun 2008) (Depkes, 2008).
RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT
Riwayat alamiah penyakit merupakan
gambaran tentang perjalanan perkembangan penyakit pada individu dimulai sejak
terjadinya paparan dengan agen penyebab sampai terjadinya kesembuhan atau
kematian tanpa terinterupsi oleh suatu intervensi preventif maupun terapeutik
(CDC, 2010 dikutip Murti, 2010). Hal ini diawali dengan terjadinya interaksi
antara host, agent, dan lingkungan. Perjalanan penyakit dimulai dengan
terpaparnya host yang rentan (fase suseptibel) oleh agen penyebab. Sumber
penyakit (agens) pada anemia ibu hamil diantaranya dapat berupa unsur gizi dan
faktor fisiologis. Pada saat hamil, ibu sebagai penjamu (host). Menurut WHO
(1972), anemia pada kehamilan terjadi jika kadar hemoglobin kurang dari 11 mg/dl
(Basu,2010). Sedangkan menurut CDC (1998), anemia terjadi pada ibu hamil trimester
1 dan 3 jika kadar hemoglobin kurang dari 11 mg/dl sedangkan pada ibu hamil
trimester 2 jika kadar Hb kurang dari 10,5 mg/dl (Lee,2004). Dari faktor faal
atau fisiologis, kehamilan menyebabkan terjadinya peningkatan volume plasma
sekitar 30%, eritrosit meningkat sebesar 18% dan hemoglobin bertambah 19%.
Peningkatan tersebut terjadi mulai minggu ke-10 kehamilan. Berdasarkan hal
tersebut dapat dilihat bahwa bertambahnya volume plasma lebih besar daripada
sel darah (hipervolemia) sehingga terjadi pengenceran darah. Hemoglobin menurun
pada pertengahan kehamilan dan meningkat kembali pada akhir kehamilan.
Namun, pada trimester 3 zat besi
dibutuhkan janin untuk pertumbuhan dan perkembangan janin serta persediaan
setelah lahir. Hal inilah yang menyebabkan ibu hamil lebih mudah terpapar oleh
agen sehingga berisiko terjadinya anemia. Sedangkan, dari unsur gizi ibu hamil
dihubungkan dengan kebutuhan akan zat besi (Fe), asam folat, dan vitamin B12.
Keluhan mual muntah pada ibu hamil trimester 1 dapat mengurangi ketersediaan
zat besi pada tubuh ibu hamil. Dan kebutuhan zat besi pada ibu hamil trimester
3 untuk pertumbuhan dan perkembangan janin juga membuat kebutuhan zat besi pada
ibu hamil semakin besar. Padahal, zat besi dibutuhkan untuk meningkatkan
sintesis hemoglobin.
Jika fase suseptibel di atas tidak
tertangani, maka akan terjadi proses induksi menuju fase subklinis (masa laten)
dan kemudian fase klinis dimana mulai muncul tanda dan gejala anemia seperti
cepat lelah, sering pusing, malaise, anoreksia, nausea dan vomiting yang lebih
hebat, kelemahan, palpitasi, pucat pada kulit dan mukosa, takikardi dan bahkan
hipotensi. Selama tahap klinis, manifestasi klinis akan menjadi hasil akhir
apakah mengalami kesembuhan, kecacatan, atau kematian (Rohtman, 2002 dalam Murti,2010).
Misalnya jika terjadi pada trimester I akan mengakibatkan abortus dan kelainan
kongenital, pada trimester II dapat mengakibatkan persalinan prematur,
perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan janin, asfiksia, BBLR, mudah
terkena infeksi dan bahkan kematian. Sedangkan pada trimester III akan
menimbulkan gangguan his, janin lahir dengan anemia, persalinan tidak spontan .
PERIODE PREPATHOGENESIS DAN
PATHOGENESIS
Tahap prepathogenesis adalah tahap
sebelum terjadinya penyakit. Sehingga, tahap ini terdiri dari fase suseptibel
dan subklinis (asimtomatis). Pada tahap ini, secara patofisiologis anemia
terjadi pada kehamilan karena terjadi perubahan hematologi atau sirkulasi yang
meningkat terhadap plasenta. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya volume
plasma tetapi tidak sebanding dengan penambahan sel darah dan hemoglobin.
Selain itu, dapat disebabkan kebutuhan zat besi yang meningkat serta kurangnya
cadangan zat besi dan intake zat besi dalam makanan. Zat besi diperlukan untuk
eritropoesis (Atmarita, 2004 dalam Amiruddin et al, 2007).
Jika total zat besi dalam tubuh
menurun akibat cadangan dan intake zat besi yang menurun, maka akan terjadi
penurunan zat besi pada hepatosit dan makrofag hati, limpa dan sumsum tulang
belakang. Setelah cadangan habis, akan terjadi penurunan kadar Fe dalam plasma
padahal suplai Fe pada sumsum tulang untuk pembentukan hemoglobin menurun. Hal
ini mengakibatkan terjadinya peningkatan eritrosit tetapi mikrositik sehingga
terjadi penurunan kadar hemoglobin (Choudry et al, 2002 dalam Yilmaz et al,
2007). Anemia pada kehamilan tersebut dinamakan anemia defisiensi besi.
Klasifikasi anemia dalam kehamilan lainnya diantaranya adalah anemia
megaloblastik, anemia hipoplastik dan anemia hemolitik.
Anemia megaloblastik termasuk dalam
anemia makrositik dimana anemia terjadi karena kekurangan asam folat dan atau
vitamin B12. Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena penghancuran
eritrosit yang lebih cepat dari pembuatannya akibat kehilangan darah akut/
kronis (Basu, 2010).
Jika sebab-sebab di atas terjadi pada ibu hamil secara beriringan maka akan menimbulkan manifestasi klinis anemia. Pada saat tanda dan gejala tersebut muncul, tahap inilah yang disebut dengan tahap awal pathogenesis. Tahap ini berakhir sampai fase kesembuhan, kecacatan atau kematian.
Jika sebab-sebab di atas terjadi pada ibu hamil secara beriringan maka akan menimbulkan manifestasi klinis anemia. Pada saat tanda dan gejala tersebut muncul, tahap inilah yang disebut dengan tahap awal pathogenesis. Tahap ini berakhir sampai fase kesembuhan, kecacatan atau kematian.
Manifestasi
klinis anemia diantaranya adalah:
Tanda
•Takikardi
•Hipotensi
•Hemoglobin kurang dari 11 gr/dl
•Takikardi
•Hipotensi
•Hemoglobin kurang dari 11 gr/dl
Gejala
·
Cepat lelah
·
Sering pusing
·
Malaise
·
Anoreksia
·
Nausea dan vomiting
·
Palpitasi
·
Pucat pada kulit dan mukosa
Kemudian tahap patogenesis berakhir
pada kesembuhan, kecacatan dan bahkan kematian. Jika timbul kesakitan atau
kecacatan dapat berdampak pada kehamilannya, janinnya, persalinannya dan bayi
nantinya. Yang berdampak pada kehamilan seperti abortus dan partus imatur, yang
berdampak pada janinnya adalah dismaturitas, mikrosomi, BBLR, gangguan
pertumbuhan janin. Yang berdampak pada persalinannya yaitu partus lama,
perdarahan, inertia uteri. Sedangkan, yang berdampak pada bayi nantinya adalah
kelainan/ kecacatan, asfiksia, infeksi (Soeprono dalam Amiruddin et al, 2007) .
PENCEGAHAN DAN PERAN PERAWAT DALAM
PENCEGAHAN
Peran perawat dapat masuk dalam
tahap pencegahan. Dimana tahap pencegahan tediri dari tiga(3) yaitu:
Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan pada
fase prepathogenesis yaitu pada tahap suseptibel dan induksi penyakit sebelum
dimulainya perubahan patologis. Tujuan pencegahan ini untuk mencegah atau
menunda terjadinya kasus baru penyakit dan memodifikasi faktor risiko atau
mencegah berkembangnya faktor risiko (AHA Task Force, 1998 dalam Murti 2010).
Pada pencegahan dalam anemia ibu
hamil ini, perawat komunitas dapat berperan sebagai edukator seperti memberikan
nutrition education berupa asupan bahan makanan yang tinggi Fe dan konsumsi
tablet besi atau tablet tambah darah selama 90 hari. Edukasi tidak hanya
diberikan pada saat ibu hamil, tetapi ketika belum hamil. Penanggulangannya,
dimulai jauh sebelum peristiwa melahirkan (Junadi, 2007). Selain itu, perawat
juga dapat berperan sebagai konselor atau sebagai sumber berkonsultasi bagi ibu
hamil mengenai cara mencegah anemia pada kehamilan.
Perawat dapat menjadi fasilitator
atau penghubung dengan pihak terkait mengenai penyediaan tablet tambah darah
kepada ibu hamil. Selain itu, sebagai fasilitator perawat dapat mengaktifkan
kader dan posyandu balita atau pembentukan posyandu (jika belum ada) sebagai
tenaga, sarana dan tempat dalam mempromosikan kesehatan. Perawat juga dapat
menjadi motivator bagi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya secara rutin
di tempat pelayanan kesehatan terdekat dan memotivasi keluarga ibu hamil untuk
selalu mendukung perawatan yang dilakukan pada ibu hamil untuk mencegah
terjadinya anemia.
Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder merupakan
pencegahan yang dilakukan pada tahap pathogenesis yaitu mulai pada fase
asimtomatis sampai fase klinis atau timbulnya gejala penyakit atau gangguan
kesehatan. Pada pencegahan sekunder, yang dapat dilakukan oleh perawat
komunitas diantaranya adalah sebagai care giver diantaranya melakukan
skirinning (early detection) seperti pemeriksaan hemoglobin (Hb) untuk
mendeteksi apakah ibu hamil anemia atau tidak, jika anemia, apakah ibu hamil
masuk dalam anemia ringan, sedang, atau berat. Selain itu, juga dilakukan
pemeriksaan terhadap tanda dan gejala yang mendukung seperti tekanan darah,
nadi dan melakukan anamnesa berkaitan dengan hal tersebut. Sehingga, perawat
dapat memberikan tindakan yang sesuai dengan hasil tersebut.
Dalam hal ini, perawat dapat
berperan juga sebagai penemu kasus, peneliti, konselor, edukator, motivator,
fasilitator dan kolaborator. Sebagai penemu kasus dan peneliti, perawat dapat
menggambarkan dan melaporkan kejadian anemia pada ibu hamil di suatu daerah,
sehingga datanya bermanfaat untuk dinas terkait dalam rangka penanganan
terhadap kejadian anemia tersebut. Jika ibu hamil terkena anemia, maka perawat
sebagai care giver dan kolaborator dapat memberikan terapi oral dan parenteral
berupa Fe dan memberikan rujukan kepada ibu hamil ke rumah sakit untuk
diberikan transfusi (jika anemia berat).Sebagai edukator, konselor dan
motivator, perawat dapat memberikan pengarahan dan motivasi kepada ibu hamil
dan keluarganya supaya tidak berlanjut pada komplikasi yang tidak diinginkan
pada ibu dan janin. Perawat juga dapat memotivasi kader untuk dapat membantu
mendeteksi adanya anemia pada ibu hamil di wilayahnya.
Pencegahan tersier
Pencegahan tersier dilakukan untuk
mencegah perkembangan penyakit ke arah yang lebih buruk untuk memperbaiki
kualitas hidup klien seperti untuk mengurangi atau mencegah terjadinya
kerusakan jaringan, keparahan dan komplikasi penyakit, mencegah serangan ulang
dan memperpanjang hidup.
Contoh pencegahan tersier pada
anemia ibu hamil diantaranya yaitu mempertahankan kadar hemoglobin tetap dalam
batas normal, memeriksa ulang secara teratur kadar hemoglobin, mengeliminasi
faktor risiko seperti intake nutrisi yang tidak adekuat pada ibu hamil, tetap
mengkonsumsi tablet Fe selama kehamilan dan tetap mengkonsumsi makanan yang
adekuat setelah persalinan. Dalam hal ini, perawat dapat berperan sebagai care
giver, edukator, konselor, motivator, kolaborator, dan fasilitator.
KARAKTER
TRIAS EPIDEMIOLOGI
Trias epidemiologi terdiri dari
host, agen dan lingkungan.
Host
Faktor
host (pejamu) dalam kasus anemia pada ibu hamil adalah ibu hamil yang terdiri
dari:
a. Umur
Semakin muda umur ibu hamil, semakin
berisiko untuk terjadinya anemia. Hal ini didukung oleh penelitian Adebisi dan
Strayhorn (2005) di USA bahwa ibu remaja memiliki prevalensi anemia kehamilan
lebih tinggi dibanding ibu berusia 20 sampai 35 tahun. Hal ini dapat
dikarenakan pada remaja, Fe dibutuhkan lebih banyak karena pada masa tersebut
remaja membutuhkannya untuk pertumbuhan, ditambah lagi jika hamil maka
kebutuhan akan Fe lebih besar seperti yang sudah dijelaskan pada riwayat
alamiah. Selain itu, faktor usia yang lebih muda dihubungkan dengan pekerjaan,
status sosial ekonomi dan pendidikan yang kurang.
b.
Kelompok etnik
Berdasarkan penelitian Adebisi dan
Strayhorn (2005) di USA bahwa ras kulit hitam memiliki risiko anemia pada
kehamilan 2 kali lipat dibanding dengan kulit putih. Hal ini juga dihubungkan
dengan status sosial ekonomi.
c.
Keadaan fisiologis
Keadaan fisiologis ibu hamil, peningkatan
Hb tidak sebanding dengan penambahan volume plasma yang lebih besar, selain itu
didukung dengan kebutuhan intake Fe yang lebih banyak untuk eritropoesis.
d.
Keadaan imunologis
Keadaan imunologis dari ibu hamil yang
dapat menyebabkan anemia dihubungkan dengan proses hemolitik sel darah merah
yang nantinya disebut anemia hemolitik. Hal ini juga berhubungan dengan ada
maupun tidak adanya penyakit yang mendasari seperti SLE(Systemic Lupus
Erythematosus) yang dapat menyebabkan hancurnya sel darah merah.
e.
Kebiasaan
Kebiasaan ini meliputi kebiasaan makan pada ibu hamil, apakah intake nutrisinya adekuat atau tidak atau mengandung Fe, asam folat, vitamin B12 ataukah tidak. Selain itu, kebiasaan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya di tempat pelayanan kesehatan juga mempengaruhi besar kecilnya kejadian anemia pada ibu hamil. Menurut penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA, bahwa ibu hamil yang merokok dan minum alkohol juga mempengaruhi terjadinya anemia.
Kebiasaan ini meliputi kebiasaan makan pada ibu hamil, apakah intake nutrisinya adekuat atau tidak atau mengandung Fe, asam folat, vitamin B12 ataukah tidak. Selain itu, kebiasaan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya di tempat pelayanan kesehatan juga mempengaruhi besar kecilnya kejadian anemia pada ibu hamil. Menurut penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA, bahwa ibu hamil yang merokok dan minum alkohol juga mempengaruhi terjadinya anemia.
f.
Sosial ekonomis
Faktor
sosial ekonomi diantaranya adalah kondisi ekonomi, pekerjaan dan pendidikan. Ibu
hamil dengan keluarga yang memiliki pendapatan yang rendah akan mempengaruhi
kemampuan untuk menyediakan makanan yang adekuat dan pelayanan kesehatan untuk
mencegah dan mengatasi kejadian anemia. Ibu hamil yang memiliki pendidikan yang
kurang juga akan mempengaruhi kemampuan ibu dalam mendapatkan informasi
mengenai anemia pada kehamilan.
g.
Faktor kandungan dan kondisi/ riwayat kesehatan
Faktor kandungan diantaranya paritas, riwayat prematur sebelumnya, dan usia kandungan. Ibu dengan riwayat prematur sebelumnya lebih berisiko dibanding dengan ibu yang tidak memiliki riwayat tersebut. Ibu dengan primipara berisiko lebih rendah untuk terjadi anemia daripada ibu dengan multipara (Omoniyi, Stayhorn, 2005). Kondisi atau riwayat kesehatan diantaranya adalah apakah ibu hamil menderita penyakit diabetes, ginjal, hipertensi, dan penyakit kronis lainnya. Ibu hamil mempunyai riwayat penyakit kronis tersebut, semakin berisiko terjadinya anemia pada ibu hamil (Omoniyi,Stayhorn, 2005).
Faktor kandungan diantaranya paritas, riwayat prematur sebelumnya, dan usia kandungan. Ibu dengan riwayat prematur sebelumnya lebih berisiko dibanding dengan ibu yang tidak memiliki riwayat tersebut. Ibu dengan primipara berisiko lebih rendah untuk terjadi anemia daripada ibu dengan multipara (Omoniyi, Stayhorn, 2005). Kondisi atau riwayat kesehatan diantaranya adalah apakah ibu hamil menderita penyakit diabetes, ginjal, hipertensi, dan penyakit kronis lainnya. Ibu hamil mempunyai riwayat penyakit kronis tersebut, semakin berisiko terjadinya anemia pada ibu hamil (Omoniyi,Stayhorn, 2005).
Agen
Agen atau sumber penyakit pada anemia ibu hamil diantaranya yaitu.
Agen atau sumber penyakit pada anemia ibu hamil diantaranya yaitu.
A.Unsur Gizi
Terjadinya anemia pada ibu hamil juga
dapat disebabkan karena defisiensi Fe, asam folat dan vitamin B dalam makanan.
Defisiensi ini dapat terjadi karena kebutuhan Fe yang meningkat, kurangnya
cadangan dan berkurangnya Fe dalam tubuh ibu hamil.
B. Kimia dari dalam dan luar
B. Kimia dari dalam dan luar
Anemia pada ibu hamil juga dapat
terjadi karena berhubungan dengan kimia dan obat. Anemia tersebut dinamakan
anemia aplastik. Kehamilan mengakibatkan peningkatan sintesa laktogen plasenta,
eritropoetin dan estrogen. Laktogen plasenta dan eritropoetin menstimulasi
hematopoesis dimana estrogen menekan sumsum tulang. Ketidakseimbangan tersebut
menyebabkan hipoplasia (Choudry et al, 2002 dalam Yilmaz et al, 2007).
C. Faktor Faal /
Fisiologis
Faktor fisiologis ini meliputi
peningkatan eritrosit dan Hb tidak sebanyak dengan peningkatan volume plasma
pada kehamilan sehingga terjadi hipervolemi. Hal tersebut berisiko terjadinya
anemia pada kehamilan.
Lingkungan
Dari ketiga faktor lingkungan
(fisik, biologis dan sosial ekonomi) yang dapat mempengaruhi kejadian anemia
pada ibu hamil yaitu faktor sosial ekonomi. Kondisi sosial berupa dukungan dari
keluarga dan komunitas akan mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil. Jika
keluarga mendukung terhadap intake nutrisi yang adekuat pada ibu hamil dan
memotivasi dalam memeriksakan kehamilannya secara rutin, maka kemungkinan kecil
terjadi anemia.
Jika lingkungan komunitas
menyediakan sarana pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan kader maka
pelayanan kesehatan akan meningkat sehingga kejadian anemia kemungkinan kecil
terjadi. Selain itu, pendidikan ibu hamil yang semakin tinggi akan mempengaruhi
kemampuan dalam mendapatkan informasi. Kondisi ekonomi akan mempengaruhi
kemampuan ibu hamil dan keluarga dalam menyediakan nutrisi yang adekuat dan
memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai.
PRE-EKLAMSIA PADA IBU HAMIL
Pre
eklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai peningkatan protein pada
urine (proteinurina) dan/atau pembengkakan (edema) setelah umur kehamilan 20
minggu atau segera setelah persalinan.Sedangkan eklampsia sendiri adalah
kondisi lanjutan dari pre eklampsia yang tidak teratasi dengan baik. Selain
mengalami gejala preeklampsia, pada wanita yang terkena eklampsia juga sering
mengalami kejang kejang. Eklampsia dapat menyebabkan koma atau bahkan kematian
pada saat sebelum persalinan, persalinan atau sesudah persalinan.
Resiko pre-eklamsia
meningkat pada ibu yang :
- Hamil pertama kali
- Hamil pertama sebelum usia 20 tahun
- Hamil diusia 35 tahun ke atas
- Riwayat tekanan darah tinggi yang khronis sebelum kehamilan.
- Riwayat mengalami preeklampsia sebelumnya.
- Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan.
- Kegemukan.
- Mengandung lebih dari satu orang bayi.
- Riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthritis.
Gejala pre-eklamsia:
- Bengkak pada kaki dan tangan
- Protein pada urine : secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam secara kualitatif positif 2 (+2).
- Hipertensi : yaitu hipertensi yang terjadi karena kehamilan (tidak punya riwayat hipertensi, baru mengalami hipertensi setelah 20minggu kehamilan)
- Berat badan yang meningkat secara drastis akibat dari penimbunan cairan dalam tubuh.
- Nyeri perut.
- Sakit kepala yang berat.
- Perubahan pada refleks.
- Penurunan produksi kencing atau bahkan tidak kencing sama sekali.
- Ada darah pada air kencing.
- Pusing.
- Mual dan muntah yang berlebihan.
Apabila
mengalami gejala gejala tersebut, disarankan segera memeriksakan diri ke dokter
untuk penanganan lebih lanjut, dokter akan melakukan penanganan mulai dari
nasehat memperbaiki pola makan (diet), menambah waktu istirahat, sampai pada
penanganan dengan obat obatan. Hingga saat ini penyebab pre-eklamsia belum
diketahui secara pasti sehingga belum bisa diambil tindakan pencegahannya.
Ada beberapa hal yang
dianggap sebagai penyebab preeklamsian :
- Adanya kelainan pada aliran darah yang menuju rahim
- Kerusakan pada pembuluh darah
- Ada masalah dengan system ketahanan tubuh
- Pola makan yang salah selama kehamilan
Ibu
hamil yang mengalami pre-eklamsia dianjurkan untuk melakukan tes stress pada
janin dengan mengikuti denyut nadi dan pergerakan janin dalam rahim.
Komplikasi yang mungkin
timbul akibat pre-eklamsia :
- Eklamsia
Bila
pre-eklamsia tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan eklamsia. Bila
tidak ditangani secara benar maka eklamsia dapat menyebabkan beberapa organ
tubuh ibu mengalami kerusakan permanen seperti kerusakan pada otak, hati dan
ginjal.
- Plasenta lepas
Pre-eklamsia menyebabkan resiko lepasnya plasenta dari
rahim yang mengakibatkan pendarahan hebat dan sangat berbahaya bagi ibu maupun
janin.
- HELLP
-
Hemolyssi (perusakan sel darah merah)
-
Elevated Liver enzym ( meningkatnya kadar enzim dalam
hati )
-
Low Platelet count ( rendahnya jumlah sel darah dalam
keseluruhan darah).
Gejalanya, pening dan muntah, sakit kepala serta nyeri
perut atas.
- Berkurangnya aliran darah menuju plasenta
Terganggunya aliran darah yang membawa oksigen dan
nutrisi ke plasenta dapat mengakibatkan pertumbuhan janin melambat dan bayi
lahir dengan berat kurang.
Tindakan yang bisa dilakukan
pada ibu hamil yang mengalami pre-eklamsia
- Bila memungkinkan segera dilakukan persalinan lewat operasi Caesar
- Mengkonsumsi obat hipertensi sesuai dengan anjuran dokter
- Bed rest / istirahat
SITUASI
ANGKA KEMATIAN IBU DI INDONESIA DAN SULAWESI SELATAN
Angka
Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya wanita yang meninggal dari suatu penyebab
kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya selama kehamilan,
melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) per 100.000
kelahiran hidup. Angka Kematian Ibu (AKI) berguna untuk menggambarkan tingkat
kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi
kesehatan lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil,
pelayanan kesehatan waktu ibu melahirkan dan masa nifas. Untuk mengantisipasi
masalah ini maka diperlukan terobosan-terobosan dengan mengurangi peran dukun
dan meningkatkan peran Bidan. Harapan kita agar bidan di desa benar-benar
sebagai ujung tombak dalam upaya penurunan AKB (IMR) dan AKI (MMR). Angka
Kematian Ibu (AKI) diperoleh melalui berbagai survey yang dilakukan secara
khusus seperti survey di Rumah Sakit dan beberapa survey di masyarakat dengan
cakupan wilayah yang terbatas. Dengan dilaksanakannya Survey Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) dan Survey Demografi & Kesehatan Indonesia (SDKI), maka
cakupan wilayah penelitian AKI menjadi lebih luas dibanding survey-survey
sebelumnya.
Untuk
melihat kecenderungan AKI di Indonesia secara konsisten, digunakan data hasil
SKRT. Menurut SKRT, AKI menurun dari 450 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
1986 menjadi 425 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1992, kemudian menurun
lagi menjadi 373 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1995. Pada SKRT 2001
tidak dilakukan survey mengenai AKI. Pada tahun 2002-2003, AKI sebesar 307 per
100.000 kelahiran hidup diperoleh dari hasil SDKI, kemudian menjadi 248 per
100.000 kelahiran hidup (SDKI 2007). Hal ini menunjukkan AKI cenderung terus
menurun. Tetapi bila dibandingkan dengan target yang ingin dicapai secara
nasional pada tahun 2010, yaitu sebesar 125 per 100.000 kelahiran hidup, maka
apabila penurunannya masih seperti tahun-tahun sebelumnya, diperkirakan target
tersebut dimasa mendatang sulit tercapai. Jumlah kematian ibu maternal yang
dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota di Sulawesi Selatan pada tahun
2006 sebanyak 133 orang atau 101,56 per 100.000 kelahiran hidup,
sedangkan pada tahun 2007 sebanyak 143 kematian atau 92,89 per 100.000
kelahiran hidup. Untuk tahun 2008 jumlah kematian ibu maternal mengalami
penurunan menjadi 121 orang atau 85,17 per 100.000 kelahiran hidup dan pada
tahun 2009 menurun lagi menjadi 118 orang atau 78,84 per 100.000 KH. Kematian
ibu maternal tersebut terdiri dari kematian ibu hamil (19%), kematian ibu
bersalin (46%), dan kematian ibu nifas (35%).
GAMBAR LAPORAN KEMATIAN IBU MATERNAL
DISULAWESI SELATAN
C.MENURUNKAN
KEMATIAN IBU
Untuk beberapa lama telah dikembangkan upaya besar
untuk menurunkan angkakematian ibu hamil dan melahirkan itu. Biarpun telah
dicapai hasil yang memadai, tetapidirasakan masih kurang cepat dibandingkan
dengan tuntutan masyarakat yang makinluas. Dalam suasana seperti ini kita
harusmengembangkan strategi komunikasi yang jituuntuk lebih lanjut menurunkan
tingkat kematian ibu mengandung dan melahirkan yangmasih tinggi itu. Minggu
lalu bersama Aliansi Pita Putih Indonesia (APPI) di Jakarta dibahas
pengembangan dan penyempurnaan strategi yang selama ini telah
dimanfaatkan.Strategi itu diharapkan bisa menjadi pedoman penting berbagai
organisasi yang ikutbergabung dalam gerakan yang luhur itu sampai ke
daerah-daerah. Dengan strategi itusetiap organisasi diharapkan bisa mengembangkan
program dan kegiatannya secara luas dan mengena. Karena itu strategi yang
dikembangkan dikemas dengan pendekatan yangmemperhatikan situasi yang bersifat
lentur, yaitu dengan kombinasi pendekatan modern dan pendekatan tradisional
yang harus mengutamakan pendekatan yang berorientasi pada ciri-ciri khusus
kedaerahan dan kemandirian yang makin tinggi.
Pendekatan yang berorientasi kepada
ciri-ciri khusus kedaerahan dan kemandirian itu dilatarbelakangi oleh adanya
perkembangan terakhir yang terjadi di tanah air, yaitu bahwa masyarakat akan
bergerak menjadi masyarakat modern dengan lebih banyak akan menganut sistem
yang berubah dari sistem yang semula sangat sentralistik menjadi masyarakat
yang akan sangat sarat dengan pengertian dan sikap yang desentralistik.
Ciri itu juga akan dilatarbelakangi
dengan kemandirian karena pikiran-pikiran demokrasi yang memberikan penghargaan
yang tinggi terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang beradab. Pendekatan yang
dimasa lampau bisa dilakukan melalui pendekatan dengan sifat sentralistik,
dimasa mendatang harus dianut pendekatan yang sangat desentralistik dengan
memperhatikan kondisi masing-masing wilayah yang menyatusecara nasional karena
sifat-sifat yang humanistik. Ciri-ciri khusus masing-masing daerah yang ada barangkali
akan menjadi sangat sensitif.
Perubahan sikap dan tata nilai yang
biasanya bisa berlanjut dengan mulus melalui sistem perintah dan pendekatan
langsung sentralistik akan berubah menjadi pendekatan yang lebih bersifat
transformatik. Karena itu pendekatan people centered akan memainkan peranan
yang sangat penting. Pendekatan people centered memberikan penghargaan yang
tinggi terhadap manusia seperti halnya memanusiakan manusia sebagai bagian dari
penghormatan terhadap harga diri manusia.
Pendekatan ini mempunyai implikasi
yang luas karena kita menangani kasus
kematian karena kehamilan dan kelahiran. Kasus kematian ini adalah
sesuatu rare cases atau kasus yang jarang terjadi biarpun
dalam ukuran angka kematian ibu (AKI) dunia, kita, Indonesia, berada pada posisi yang sangat tinggi. Perlu
dibangkitkan semangat kebersamaan
dengan mengangkat keberhasilan selama ini.
Dalam
tigapuluh tahun terakhir ini kita telah berhasil menurunkan tingkat kematian ibu dengan cukup
mengesankan. Biasanya angka AKI adalah diatas 600 per 100.000 kelahiran. Keadaan sekarang angkanya berada dibawah
300 per 100.000kelahiran. Ini suatu prestasi yang selama ini tidak pernah
diakui dan tidak pernah diangkat kepermukaan dengan baik. Sebab-sebab penurunan
AKI itu banyak sekali.Antara lain karena keberhasilan program KB yang
memungkinkan ibu yang mempunyairesiko kelahiran dengan resiko kematian ibunya
tidak jadi melahirkan karena ikut KB.Sebab lain adalah karena pelayanan
kesehatan, terutama pelayanan kebidanan bertambah baik antara lain karena makin banyaknya bidan di desa.
Kerjasama organisasi wanita juga telah
menghasilkan partisipasi yang sangat tinggi dan menyelamatkan banyak sekali ibu yang melahirkan. Pelayanan klinik
yang makin sempurna telah menyelamatkan banyak sekali ibu dari kematiannya.
Dalam strategi untuk lebih lanjut
menurunkan angka kematian ibu hamil ini pendekatan positip dengan memberikan
pengakuan akan keberhasilan masa lalu perlu dikembangkan dan diakui secara
nyata dan jujur. Pengakuan ini perlu diberikan kepada daerah-daerah yang sudah
sangat berhasil agar mempunyai rasa percaya diri bahwa mereka bisa lebih lanjut
menurunkan tingkat kematian itu secara mandiri tanpa terlalu banyak
mengandalkan tuntunan dari atas.
Dengan rasa percaya diri itu
diharapkan masing-masing daerah dalam alam reformasi yang penuh dengan tekad
kemandirian daerah, terutama daerah-daerah yangsudah berhasil dimasa lalu,
secara mandiri bisa menambah investasinya pada manusia dengan kepercayaan yang
lebih tinggi. Kepercayaan dan investasi pada manusia itu akan menghasilkan
kegiatan yang intinya adalah memberikan yang terbaik untuk programprogram kesehatan
dan pendidikan.
Pendekatan
Sasaran yang Tepat
Untuk mencapai sukses yang kita
kehendaki, seluruh upaya KIE dan pelayananuntuk mencegah kematian ibu hamil
karena mengandung dan melahirkan, harusdisepakati suatu pendekatan dengan
sasaran yang tepat. Untuk kesepakatan itu harusdipergunakan peta sasaran yang
sama agar semua jajaran tidak berbeda pendapat tentangmasalah ini. Peta yang
dianjurkan itu adalah peta yang dibuat dan diperbaharui setiaptahun oleh BKKBN.
Sasaran yang dipilih adalah Ibu dan pasangan usia subur dimana ibumenjadi titik
sentralnya. Untuk mencapai sukses yang diharapkan perlu dilakukan sekmentasi
yang teliti. Prioritas sasaran perlu diberikan kepada setiap daerah untuk
pegangan sebagai daerah konsentrasi. Sasaran pokok yang harus diambil dari peta
sasaran itu adalah ibu-ibu yang tinggal didaerah sebagai berikut :
·
Daerah padat penduduk dengan tingkat kelahiran yang tinggi
·
Daerah miskin padat penduduk
·
Daerah padat pasangan usia subur muda
·
Daerah dengan tempat dan fasilitas pelayanan rendah
·
Daerah padat dengan sdm dalam bidang medis yang rendah
·
Daerah padat dengan komitmen yang rendah
Pendekatan sasaran itu harus menghasilkan
suatu upaya dengan komitmen danperhatian yang berkelanjutan. Karena itu
pendekatan sasaran ini harus menjadi
pendekatan
terbuka dengan mempergunakan mass media secara luas untuk mengembangkan
keuntungan dan kerugian apabila daerah-daerah itu tidak mau atau tidakmempunyai
komitmen untuk ikut terjun dalam penyelenggaraan kegiatan peningkatan upaya
untuk menurunkan AKI.
Media harus menjadi pendorong dan
advokator dari daerah-daerah yang dijadikan prioritas itu untuk ikut aktif.
Dengan advokasi yang positip dapat diberikan gambaran dan citra yang baik kalau
daerah itu melaksanakannya, yaitu dengan memberikan komitmen dan perhatian yang
berkelanjutan. Dramatisasi dari upaya-upaya itu harus diselenggarakan dengan
pendekatan yang manusiawi dan tidak putus-putusnya. Tiada hari tanpa berita
tentang keterlibatan suatu daerah.
Kepala daerah, baik gubernur dan
bupati walikota, secara pribadi harus diajak untuk terjun langsung dan
merasakan kebahagiaan sebuah keluarga yang melahirkan anak-anaknya tanpa kehilangan
ibunya. Dramatisasi perlu dilakukan andaikan seorang ibu terpaksa meninggal
dunia karena melahirkan. Peristiwa yang jarang terjadi itu harus dicari dan di
– blow – up begitu rupa
untuk menghasilkan dampak komunikasi yang diharapkan dapat menyentuh hati
nurani masyarakat banyak. Namun harus dikemas sedemikian rupa untuk tidak
menakutkan, tetapi memberikan kesan akrab bahwa masyarakat sangat peduli.
Jaringan
Pelayanan yang Profesional
Keseluruhan strategi yang disusun
itu haruslah ditujukan untuk mengembangkan jaringan KIE dan pelayanan yang
profesional, luas dan bermutu. Jaringan pelayanan itu haruslah bersifat
komprehensip terdiri dari jaringan pemerintah daerah, klinik, rumah sakit,
dokter, bidan dan para medis lainnya, maupun jaringan organisasi desa,
organisasi wanita dan ibu-ibu serta masyarakat pada umumnya. Seluruh kekuatan
masyarakat termasuk jaringan para ulama dan remaja harus ikut serta secara
aktif dalam membentuk jaringan yang luas, komprehensip dan terbuka itu.
Makin luas jaringan itu bisa
menyangkut masyarakat banyak makin baik. Jaringanharus menjadikan peristiwa
hamil sebagai suatu peristiwa maha penting yang terjadi dalam kehidupan suatu
keluarga dan semua pihak memberikan perhatian yang diperlukan, khususnya dalam
menjaga agar anak lahir dengan selamat dan ibunya berhasil mengatasi masalah
kelahiran itu dengan baik.
Visi
itu harus menjadi idaman seluruh masyarakat luas dan memberi kekuatan
moral
untuk menggerakkan kekuatan internal dalam masyarakat untuk mencari dan
menyelamatkan kasus yang jarang terjadi itu agar sama sekali tidak terjadi
lagi.
Dalam
setiap jajaran harus dikembangkan strategi aktif untuk menjemput bola. Seluruh
kekuatan harus aktif untuk mencari dan mengembangkan kelompok-kelompok yang
tidak menunggu tetapi bergerak secara aktif untuk mencari ibu-ibu mengandung
yang dipandang mempunyai resiko meninggal dunia kalau melahirkan.
Strategi menjemput bola itu harus
diyakinkan begitu rupa karena kasus yangdihadapi adalah kasus biasa yang bukan
merupakan kejadian luar biasa. Masyarakat harus dilatih untuk bisa melihat dan
mengetahui sesuatu sebagai suatu kejadian luar biasa kalau tanda-tanda itu
nampak. Masyarakat harus dibuat akrab dengan keadaan luar biasa itu sebagaimana
para dokter dan para bidan. Langkah-langkah untuk mengetahui tanda-tanda bahaya
harus diberikan kepada masyarakat secara terbuka tetapi sederhana sehingga
mudah dimengerti dan mudah pula dilihat dengan kaca mata masyarakat biasa.
Karena kematian akibat melahirkan adalah peristiwa langka, harus dilakukan
penonjolan kejadian luar biasa itu secara terus menerus tiada henti di
lingkungan masyarakat luas agar mereka mengetahui bahwa sesuatu kejadian bisa
menjadi kejadian luar biasa. Penonjolan kejadian itu harus disertai dengan
mempertontonkan pertolongan sehingga tidak menyebabkan masyarakat takut tetapi
justru sebaliknya masyarakat bertambah yakin untuk ikut menangani masalah
kelahiran dengan cara yang baik dan menurut aturan yang wajar.
Penonjolan yang dilakukan itu harus
sesuai dengan latar belakang sosial budaya masyarakatnya sehingga mereka bisa
meniru dan melaksanakan sesuai dengan adat istiadat dan kemampuan yang ada
padanya. Dengan pokok-pokok strategi ini diharapkan kita bisa merangsang
masyarakaat untuk menjadikan peristiwa hamil dan melahirkan suatu peristiwa
luar biasa. Karena luar biasa diharapkan semua pihak ikut serta memberikan
perhatian dan mencegah supaya
anak
lahir dengan selamat dan ibunya juga bisa terus hidup sehat agar bisa
memberikan yang terbaik untuk anaknya. Peristiwa mengandung dan melahirkan
adalah suatu investasi pada manusia yang harus dijaga dengan sungguh-sungguh
karena kita memberikan penghargaan yang tinggi kepada manusia dan kemanusiaan. (KIE-Pitaputih-5102
002)
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Angka
kematian ibu merupakan angka yang didapat dari jumlah kematian ibu untuk setiap
100.000 kelahiran hidup, sehingga berkaitan langsung dengan kematian ibu.
Kematian ibu adalah kematian wanita dalam kehamilan atau sampai dengan 42 hari
pasca-terminasi kehamilan, yang disebabkan kehamilan, manajemen tatalaksana,
maupun sebab lain. Penyebab kematian tersebut dapat berhubungan langsung maupun
tidak langsung dengan kehamilan, dan umumnya terdapat sebab utama yang
mendasari. Dalam upaya memudahkan identifikasi kematian ibu, WHO telah
menetapkan sejumlah sistem klasifikasi kematian ibu. Dengan adanya sistem ini,
diharapkan akan meningkatkan kewaspadaan, perencanaan tindakan, dan pada
akhirnya akan menurunkan angka kematian ibu.
Dengan mengenali berbagai masalah utama terkait angka kematian
ibu dan upaya-upaya potensial yang efektif dalam menurunkannya, maka secara
keseluruhan tidak hanya mengurangi jumlah kematian, tetapi juga menurunkan
angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi. Meskipun intervensi kesehatan yang
dilakukan hanya meliputi aspek yang terbatas, seperti pengadaan tenaga terampil
dalam pertolongan persalinan, tatalaksana gawat darurat obstetri yang memadai,
dan keluarga berencana. Namun, keberhasilan dalam upaya perbaikan kesehatan
maternal ini secara tidak langsung akan meningkatkan derajat kesehatan bangsa.
B.SARAN
Diperlukannya penangangan yang tepat
terhadap angka kematian ibu melahirkan
terlebih terhadap fakor penyebabnya. Dan pentingnya memelihara kesehatan
ibu hamil agar terhindar dari segala kemungkinan terjadinya penyakit atau
penyebab terjadinya angka kematian pada ibu melahirkan.
DAFTAR PUSTAKA
Adebisi, Omoniyi,
Gregory Stayhorn. 2005. Anemia in Pregnancy and Race in the United
States:Blacks at Risk. Dimuat dalam Jurnal Health Services Research: volume 37
no. 9, hal. 655-662, Oktober 2005.
Amiruddin, Ridwan,
Ermawati Syam, Rusnah, Septi Tolanda, Irma Damayanti. 2007. Anemia Defisiensi
Zat Besi pada Ibu Hamil di Indonesia (Evidenced Based). Diakses tanggal 17
September 2010. http://ridwanamiruddin.wordpress.com
Basu, Samar K.
Anemia in Pregnancy. Diakses tanggal 17 September 2010.
http://delhimedicalcouncil.nic.in
http://delhimedicalcouncil.nic.in
Departemen
Kesehatan. 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Diakses tanggal 18 September
2010. http://www.depkes.go.id
Junadi, Purnawan.
2007. Jalan Cerdas menuju Sehat. Diakses tanggal 18 September 2010.
http://www.litbang.depkes.go.id
Lee, Rae Lynne.
2004. Iron Deficiency Anemia. Diakses tanggal 17 September 2010.
http://www.cdph.ca.gov
http://www.cdph.ca.gov
Murti, Bhisma.
2010. Riwayat Alamiah Penyakit:Bab 4. Diakses tanggal 17 September 2010.
fk.uns.ac.id/index.php/download/file/14
fk.uns.ac.id/index.php/download/file/14
Yilmaz, Ercan,
Umit Korucuoglu, Arzu Acar, Nuray Bozkurt, Aydan Biri. 2007. Aplastic Anemia
and Pregnancy: Case Report. Dimuat dalam jurnal Perinatal Journal: volume 15,
tanggal 1 April 2007.
source:
http://ahyarwahyudi.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar